T.E.R.J.A.L

” Kakek, jalan yang mana yang harus kami jalani”
“kalian ambil jalan yang agak kekiri itu” 
(pembicaraan ini tanpa aku melihat kakek)
Kami pun menjalani jalan itu, namun dalam perjalanan, kenyataan kalau jalan ini
begitu berbahaya, agak menanjak, licin, dan terjal yang diapit dua lembah kiri
dan kanan.

“Kakek, ini bagaimana? Jalannya susah sekali
dilalui, ada penghalang kabel dan pohon yang tumbang”
“Kalian tetap jalan, penghalang-penghalang itu sudah kakek buang”
“Tapi itu kan menyakiti orang-orang disekitarnya”
“Biarlah itu menjadi pembelajaran bagi mereka. Kalian jalanlah terus, didepan
kalian akan menemukan tujuan kalian itu dan sampaikan kepada orang-orang disana
(yang kalian kenal) bahwa akan ada kejadian yang tidak perlu mereka
khawatirkan” 
(pembicaraan ini aku melihat kakek dan berdiri di depan kami)

Kamipun tetap berjalan dan menemukan tujuan yang
kami tuju dan bertemu dengan orang-orang yang kami kenal baik, termasuk teman
masa kecilku yang sampai saat ini masih berteman baik dan selalu siap membantu
satu sama lain. Selama kami berjalan kakek tidak terlihat, namun aku dapat
merasakan kehadiran kakek menyertai perjalanan kami. Suasana begitu damai dan
akupun tersenyum karena yang dikatakan kakek adalah benar adanya .

Setengah sadar aku membuka mataku dan suasana damai
tenteram itu masih terasa karena aku masih bisa merasakan wajah dan bibirku
masih beraura tersenyum. Perlahan aku melihat ke sisi kiri. Honeyku
masih tertidur .

Ya, kali ini kembali aku ditemui oleh salah seorang
dari keluargaku yaitu almarhum kakekku. Namun aku baru tersadar bahwa sekarang
aku tidak terlalu mengenal sang kakek. Kalo tadinya aku menurut saja semua
perkataan dari sang kakek, itu karena aku percaya bahwa dia adalah kakekku.

Pagi ini, setelah Honeyku selesai
membuat sarapan, aku menceritakan apa yang baru kualami barusan, dan seperti
biasa dia antusias, karena dia tau kalo yang kualami itu adalah salah satu cara
keluargaku yang telah meninggal dunia untuk dapat berkomunikasi dengan kami
yang masih hidup.

Sambil mengandalkan kekuatan memories, aku
mengingat-ingat apakah sang kakek adalah kakekku dari almarhum Ayah (desa
Kacaribu) atau dari Ibu (desa Lingga), tapi sepertinya bukan, karena biasanya
aku pasti mengenal mereka.

“Gimana ciri-cirinya?” tanya honeyku.
“Badannya ga terlalu besar, ga terlalu tinggi”
“Itu bukan kakek dari Ibu” (dari ibu mertua – desa Tanjung)
“Itu bisa jadi kakek dari Ayah” (dari ayah mertua – desa Kandibata) 

Untuk sementara akupun membenarkan jawaban itu,
karena memang hanya keluargalah (yang telah meninggal) yang dapat berkomunikasi
denganku. Mereka yang telah meninggal datang dan berkomunikasi denganku hanya
dengan 2(dua) alasan: Karena aku membutuhkan bantuan dalam
menyelesaikan masalah, 
atau karena mereka merasa terlupakan
oleh keluarga yang masih hidup
.

Dari alasan itu, sesuai dengan yang aku hadapi saat
ini, maka itu adalah jawaban atas masalah yang sedang kuhadapi, masalah yang
solusi dan pelaksanaannya dapat menyakiti perasaan beberapa anggota keluarga.
Dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota keluarga, kakekpun
datang karena aku membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan masalah
ini
 .

Beberapa bulan yang lalu, honeyku
dengan sedikit perasaan takut mengatakan bahwa ada yang sedang
memperhatikannya, tapi memperhatikan yang mengakibatkan perasaan kurang enak
dan terus menerus. Aku mencoba menenangkannya dan memintanya mencoba untuk
tidur saja (karena memang waktu itu jam mau tidur). Keesokan harinya di waktu
jam tidur kembali suasana itu disampaikan oleh honeyku.
“Bibik tua, bik tua mau apa dari kami, janganlah membuat takut Unjuk ini”
(Unjuk adalah panggilan honeyku ) aku berucap tanpa melihat honeyku
“Apakah karena hadiah yang kemarin itu diambil dari bik tua?”
“kalo memang benar, ya sudah kami akan ganti lagi, dan biarlah Unjuk ini yang
memakainya sebagai pengganti bik tua”
Yup… suasana pun kembali tenang dan honeyku pun tidak lagi
merasakan aura ketakutan . Ya, almarhumah bik tua mendatangiku malam itu dan akupun tau alasan
kenapa honeyku ketakutan 2(dua) malam berturut-turut, karena
bik tua merasa terlupakan oleh keluarga yang masih hidup
.

Kakek yang datang kali ini, memberikan kepadaku
peningkatan kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah yang sedang kuhadapi.
Rencana-rencana yang yang dalam pelaksanaannya nanti akan menghasilkan sesuatu
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkankan dan disepakati oleh seluruh
keluarga, yang mana hasil ini semoga membawa seluruh keluarga ke taraf hidup
yang lebih baik dan mengangkat nama baik keluarga .

Setelah hampir 10 tahun kami menikah, dan minimal
seminggu sekali setiap misa mingguan, aku selalu mendoakan keempat kakekku,
keempat nenekku, mendoakan ayah, mendoakan abang, kakak, adik dan keponakanku,
mendoakan adik perempuanku (Elfrida) dan beberapa tahun ini aku juga turut
mendoakan saudara-saudari dari ibu mertua, (dan percayalah bahwa mereka telah
berkomunikasi denganku), maka untuk pertama kalinya kakekku di desa Kandibata
berkomunikasi denganku dan memberikan solusi atas masalahku.  

============
Aku hanya berlutut dihadapan Allah. Aku hanya membungkukkan badanku
sedalam-dalam kepada para kakekku, orang tuaku (ayah-ibu & ayah-ibu mertua)
dan berharap doa-doa dari mereka sebagaimana akupun selalu mendoakan mereka

============

Sat, 26/08/2017

Share this content:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *